Sejarah Pers di Indonesia: Jaman Orde Baru


   

Di awal pemerintahannya Orde Baru menyatakan akan membuang jauh-jauh praktek demokrasi terpimpin dan menggantinya dengan Demokrasi Pancasila. Pers pun menyambut dengan sukacita pemerintahan Orde Baru tersebut. Pada saat itu juga dibuatlah Undang-Undang pokok pers (UUPP) No. 11 Tahun 1966, yang dalam pasal 4 dijamin tidak ada  sensor dan pembredelan. Dalam pasal 8 ditegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif, tidak diperlukan surat izin terbit.

Namun masa-masa manis itu hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun, karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (peristiwa lima belas Januari 1974) kebebasan pers mengalami setback. Beberapa surat kabar dilarang terbit, hingga sekarang ini dan pengawasan terhadap kegiatan pers dan wartawan diperketat.

Menjelang sidang MPR 1978 tjuh surat kabar terkemuka di Jakarta termasuk Kompas diberangus untuk beberapa waktu dan dizinkan terbit kembali setealh para pemimpin redaksi surat kabar yang bersangkutan menandatangani surat permintaan maaf. Tetapi lebih digiatkan larangan-larangan oleh penguasa melalui telepon supaya pers tidak menyiarkan sesuatu berita, ataupun wartawan lebih diperingatkan untuk mentaati kode etik jurnalistik.

Krisna Harahap (2003:54)  menyimpulkan pendapat dan hasil penelitian Tjipta lesmana bahwa pers pra Malari adalah pers idealis, pers yang menyuarakan hati nurani dan aspirasi masyarakat, pers yang berani dan kritis melakukan kontrol sosial. Pers pra Malari juga dikatakan sebagai pers yang bebas, merdeka serta artikulatif, sedangkan pers post Malari adalah pers yang tidak atau kurang idealis, cenderung “mewakili” kepentingan penguasa, pemerintah atau negara serta jarang bahkan tidak pernah melakukan kontrol sosial secara kritis, tegas, dan berani. Pers post Malari adalah kemerdekaan yang amat terbatas serta tidak artikulatif.

Mirip dengan jaman rezim Orde Lama hanya berbeda kemasan rezim Orde Baru  melihat pers tidak lebih dari sekedar institusi politik yang harus diatur dan dikontrol seperti halnya dengan organisasi massa dan partai politik.



DAFTAR PUSTAKA

Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2016. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2009. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.

Kahya, Eyo. 2004. Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers. Jakarta: Pustaka Bani Qurasyi.

Dewan Pers dan UNESCO. 2009. Problematika Kemerdakaan Pers di Indonesia. Jakarta: Dewan Pers dan UNESCO.

Comments