Sejarah Pers di Indonesia: Era Reformasi Hingga Sekarang
Runtuhnya rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998, membuat para
jurnalis berharap banyakdi era reformasi ini. Tuntunan reformasi bergema di
semua sektor kehidupan. Selama rezim Orde lama dan Orde Baru, pers berada
dibawah bayang-bayang maut yang suram karen terancamnya pencabutan surat izin
terbit.
Kalangan pers mulai bernafas lega ketika Undang-Undang No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiadan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang pers telah diundangkan. Walupun belum sepenuhnya memenuhi keinginan
pers, namun UU No. 40 Tahun 1999 disambut gembira, karena tercatat beberapa
kemajuan penting dibanding Undang-Undang sebelumnya.
Pasal 4 Undang-Undang Pers yang baru ini dengan tegas
menjamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Itulah
sebabnya undang-undang ini tidak lagi menyinggung masalah perlu tidaknya surat
izin terbit. Disamping itu ada jaminan lain yang diberikan oleh undang-undang
ini, yaitu oleh pers nasional tidakmdikenakan penyensoran, pembredelan dan
pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Saat ini peran utama pers diarahkan untuk mengintensifkan
fungsi kontrol sosial dan mendorong pemberdayaan elemen-elemen demokrasi di
masyarakat. Dalam era ini pun pers tetap menghadapi persoalan, persoalan yang
paling sering disorot menyangkut profesionalitas dan penyalahgunaan profesi
wartawan. Namun dalam era reformasi pers telah menunjukkan andilnya dalam membangun
demokrasi di Indonesia dimana pers ikut serta meyukseskan pemilihan umum.
Pada Mei 2008 Dewan Pers bersama Lembaga Pers Dr. Soetomo
meluncurkan program sekolah jurnalistik. Pelatihan jurnalistik juga digelar
diberbagai daerah secara intensif. Langkah tersebut sekaligus menjadi jawaban
atas keluhan sedikitnyasumber daya wartawan yang bermutu yang tersedia.
Seiring kemajuan teknologi kemajuan dalam bidang pers pers
pun semakin berkembang pesat. Berbagai penghargaan digelar untuk menghargai
karya-karya jurnalis-jurnalis di Indonesia. Saat ini tidak hanya seseorang yang
menempuh pendidikan saja yang dapat menjadi jurnalis, namun seluruh warga
Indonesia adalah jurnalis, apabila mereka mampu menyampaikan informasi penting
yang belum diketahui oleh banyak orang yang bersifat mendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2016.
Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2009. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta: Rajawali
Pers.
Kahya, Eyo. 2004. Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers.
Jakarta: Pustaka Bani Qurasyi.
Dewan Pers dan UNESCO. 2009. Problematika Kemerdakaan Pers
di Indonesia. Jakarta: Dewan Pers dan UNESCO.
Comments
Post a Comment