Sejarah Pers di Indonesia: Jaman Orde lama
Di jaman Orde Lama
pers lebih banyak merupakan alat penguasa daripada alat penyambung lidah
masyarakat. Lebih kurang sepuluh hari setelah Dekrit Presiden R.I, tindakan
tekanan terhadap pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor
berita PIA dan Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po yang
dilakukan oleh Penguasa Perang Jakarta.
Upaya untuk membatasi kebebasan pers itutercermin dari
pidato Menteri Muda Penerangan Maladi yang menyatakan: “... hak kebebasan
Individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh
penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan
negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”. (E.C Smith, 1986:188).
Tindakan pembatasan terhadap kemerdekaan pers selama tahun
1959 sama arahnya dengan tahun-tahun sebelumnya, dengan jumlah tindakan
sebanyak 73 kali. Pada tahun 1960, penguasa perang mulai mengenakan
sanksi-sanksi perizinan terhadap pers. Demi kepentingan pemeliharaan ketertiban
umum dan ketenangan, penguasa perang mencabut izin terbit Harian Republika.
Selama 1960 terjadi tiga kali pencabutan izin terbit, sedangkan pada tahun 1961
mencapai tiga belas kali.
Memasuki tahun 1964 kondisi kebebasan pers semakin memburuk.
Pada pertengahan 1964 kementrian penerangan dan badan-badannya mengontrol semua
kegiatan pers. Perubahan yang ada hampir lebih dari sekedar perubahan sumber
wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak. Penekanan
yang semakin besar pada konsep bahwa fungsi utama pers ialah menyokong
tujuan revolusi dengan pasti, telah
menghancurkan harapan bagi suatu pers yang independen dan mengubah semua surat
kabar menjadi juru bicara resmi pemerintah.
Tindakan-tindakan penekanan terhadap kemerdekaan pers oleh
penguasa Orde Lama bertambah bersamaan dengan meningkatnya ketegangan dalam
pemerintahan. Tindakan penekanan terhadap kebebasan pers merosot ketika
ketegangan dalam pemerintahan menurun.
Setelah percetakan-percetakan diambil alih oleh pemerintah
dan wartawan diwajibkan untuk berjanji mendukung politik pemerintah, sangat
sedikit pemerintah yang melakukan tindakan penekanan terhadap pers.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2016.
Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2009. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.
Kahya, Eyo. 2004. Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers. Jakarta: Pustaka Bani Qurasyi.
Dewan Pers dan UNESCO. 2009. Problematika Kemerdakaan Pers di Indonesia. Jakarta: Dewan Pers dan UNESCO.
Comments
Post a Comment